Sejarah motor triumph

Merek Triumph sudah lama dikenal sebagai sepeda motor asal Inggris. Sejak pertama kali diproduksi pada 1902, kemudian motor inipun beredar ke seluruh dunia hingga sampai ke Indonesia. Hanya saja di tahun 1970-an motor Triumph sudah tidak lagi masuk ke Indonesia, dan kemudian di tahun 2012 merek Triumph kembali muncul di Tanah Air.
PT Triumph Motorcycles Indonesia pada Maret 2014 secara resmi ditunjuk menjadi prinsipal pemegang merek untuk pasar Indonesia dan baru-baru ini menyatakan secara resmi akan mendatangkan 12 model terbaru Triumph Motorcycles ke Indonesia pada acara launching sekitar tanggal 17 September 2014 mendatang.
Menurut sejarah, sepeda motor pertamanya di tahun 1901 menggunakan mesin silinder tunggal 2.25 bhp, automatic inlet valve dan baterai/coil ignition buatan Minerva Belgia. Mesin ini ditumpangkan pada rangka sepeda buatan engineer Maurice Johann Schulte, yang sebelumnya juga dicoba menggunakan mesin Fahnir dan JA Prestwich (JAP).
Tiga tahun kemudian di tahun 1904, Triumph memperkenalkan sepeda motor dengan mesin buatan sendiri, yang didesain Schulte dan engineer Charles Hathaway. Sepeda motor bermesin side valve 300 cc dan bertenaga 3bhp itu mampu digenjot dengan kecepatan 45-60 km/jam. Dijual dengan harga 45 Poundsterling, produksinya mencapai 250 unit per tahun.
Pada tahun 1907, lebih dari 1.000 unit Triumpph diproduksi. Mesin baru 450 cc bertenaga 3,5bhp diperkenalkan. Pembalap Jack Marshall dan Freddie Hulbert yang mengendarai Triumph, meraih peringkat ke-2 dan ke-3 pada balap motor pertama TT Race. Setahun kemudian, Jack Marshall memperbaiki peringkatnya menjadi juara pertama TT Race dan dinobatkan sebagai The Isle of Man 1908. Pembalap Triumph lainnya menempati posisi ke-3, 4, 5, 7 dan 10.
Inovasi dan desain terobosan yang dilahirkan Triumph, telah mencetak banyak ikon yang terus dikenang, seperti Triumph Bonneville dan Scrambler yang masih diproduksi sejak tahun 1959 hingga saat ini. Triumph semakin memantapkan diri sebagai produsen sepeda motor yang disegani. Salah satu inovasi penting lainnya adalah mesin 3 silinder Triple Engine (1965) yang lebih stabil, ringan dan bertenaga.
Popularitas Triumph juga ditunjukkan dari bintang-bintang Hollywood yang memilih Triumph sebagai sepeda motor koleksinya seperti Steve McQueen dan Marlon Brando. Triumph juga mengisi film layar lebar sebagai properti, seperti  Triumph Daytona 600 (Everything or Nothing, James Bond 2003). Triumph telah menjelma sebagai “mainan para pria” dan menjadi produk gaya hidup.
Pada 1983, Triumph Motorcycles Ltd diambilalih oleh John Bloor, pengusaha Inggris yang ingin mempertahankan Triumph sebagai sepeda motor legendaris Inggris. Untuk membawa kembali Triumph ke puncak kejayaannya, filosofi For the Ride disematkan untuk Triumph, yang berarti enak dikendarai.
Ada 3 elemen penting yang menjadikan Triumph sebagai sepeda motor yang enak dikendarai, yaitu penampilan yang elegan, desain konstruksi yang ergonomi dan kuat, serta performa mesin yang tak diragukan. Salah satu keunikan yang dirasakan pengguna Triumph, diantaranya adalah stabilitas. Pada kecepatan serendah 1-2km/jam, Triumph dapat terus dilaju tanpa pengguna harus menurunkan kaki.
Untuk mendukung filosofi For the Ride, Bloor mencurahkan perhatian yang tinggi pada desain dan produksi. Sekitar 50 persen dari 2.000 karyawannya, bekerja pada bidang Research & Development. Hasilnya adalah 26 model—dari semula 6 model—dengan ragam produk yang luas, mulai dari adventure, classic, cruiser, roadster, supersports dan touring.
Triumph berkembang menjadi produsen sepeda motor premium dengan lini produk paling lengkap. Penjualannya di seluruh dunia terus meningkat, mencapai rekor baru lebih dari 50 ribu unit (2013). Di negeri asalnya, Triumph menjadi brand maker nomor satu dengan pangsa pasar 19 persen.
Popularitas itu melahirkan banyak penggemar di seluruh dunia, termasuk bintang-bintang terkenal seperti David Beckham. Bintang sepak bola itu memilih Triumph Scrambler, seperti yang digunakan saat berkelana di jalan pedesaan di Brazil bersama temannya  Anthony Mandler, David Gardner dan Derek White beberapa waktu lalu.
Inovasi dan gaya hidup yang ditanamkan Triumph adalah bekal yang cukup bagi pengembangan Triumph di Indonesia. Bersama penggemarnya di seluruh dunia, penggemar Triumph di Indonesia juga akan merasakan filosofi yang dipegang teguh oleh seluruh karyawan yang memproduksi Triumph: For the Ride

Komentar