Masuk nya royal enfield ke indonesia


Royal Enfield Continental GT, Motor India Rasa Inggris Masuk Indonesia










Meski sejak tahun 1995 sudah total menjadi perusahaan India, Royal Enfield tidak meninggalkan cita rasa Inggris. Mereka mempertahankan desain yang dianut dari motor-motor klasik Inggris. Bahkan bukan cuma desainnya, teknologinya pun tak begitu banyak diubah.
Hal ini disengaja untuk tetap mempertahankan teknologi lawas, sesuai dengan target market khusus penggemar klasik yang disasarnya. Jadi bisa dibilang produk Royal Enfield berbeda dengan motor-motor retro seperti Ducati sport classic 1000, Norton Nommando, Triumph Bonneville atau berbagai tipe Harley Davidson. Motor retro keluaran pabrikan lain tersebut meski tampilannya klasik tapi umumnya sudah dijejali teknologi canggih. Tidak demikian dengan Royal Enfield.
Keunikan inilah yang coba dibawa PT Rizki Enerjy Indomotor (REI) sebagai pemegang merk Royal Enfield di Indonesia. Mereka ingin memanjakan penggemar motor klasik dengan produk baru yang masih mengadopsi teknologi-teknologi era terdahulu.
Coba saja kita tengok Royal Enfield tipe Continental GT yang diperkenalkan ke pasar Indonesia pada 2014 ini. Modelnya tak banyak berubah sejak diluncurkan pada tahun 1965. Tampilannya kental nuansa cafe racer dengan buntut tawon yang sangat khas. Gaya berkendara menunduk nan agresif berpadu apik dengan desain yang kompak.
Dapur pacunya pun terlihat serupa dengan keluaran masa lalu. Meski unit produksi 2014 ini kapasitasnya sudah naik menjadi 535 cc namun mesinnya tetap mengandalkan satu slinder layaknya tempo dulu. Hanya sistem pengabutan bahan bakarnya yang kini sudah menganut sistem injeksi. Sedikit unsur modernitas juga bisa kita temui di urusan penghenti laju yang sudah menggunakan cakram. Begitu juga peredam kejut yang kini mengadopsi sistim gas terpisah yang bisa setel sesuai keinginan pengendara.
Sisanya? Continental GT benar-benar mempertahankan item-item klasik. Tangkinya dibuat melekuk dan serupa persis dengan keluaran lawasnya. Pendinginan mesin menggunakan udara sehingga terlihat kisi-kisi pada blok mesinnya. Begitu juga dengan detail-detail kecil macam speedometer, lampu, kick starter hingga tutup tangki bulat berbalut krom.
Dengan produk macam ini, bisa jadi REI sebagai pemasok sedang melakukan pertaruhan besar. Pasalnya, pasar motor di Indonesia saat ini khususnya yang berkapasitas gambot sedang dikuasai model-model bernuansa modern dengan dijejali teknologi canggih. Motor sport atau touring berpenampilan desain terbaru lah yang kini laris manis di pasaran.
Apalagi ini bukan kali pertama Royal Enfield hadir di Indonesia. Ditahun 2001 merk ini pernah menyambangi Indonesia lewat jalur importir umum (IU) dengan model berkapasitas lebih kecil 250 cc. Tahun 2012 merek ini kembali muncul namun masih dengan berstatus importir umum yang kemudian memasukan beberapa unit. Hasilnya? Kala itu penjualannya tergolong biasa saja.
Kendati demikian Andy Sofiandi Pemilik Rizki Enerjy Indomotor, yakin kali ini situasinya akan lebih menguntungkan. Hal ini mengingat Royal Enfield tak lagi berstatus barang impor lepasan, tapi sudah ditangani serius oleh pihak mereka dengan statu Pemegang Merk Tunggal (ATPM). Diluar itu, permintaan akan motor klasik pun diakuinya masih tinggi.
“Tipe yang dikeluarkan Royal Enfield tidak seperti merek-merek lain. Merk ini mempertahankan nuansa klasik yang kental, meski tidak serta merta lupa akan modernitas. Hal ini yang bakal diburu penggemar motor klasik,” ujarnya.
Di luar kepercayaan diri itu, mungkin faktor utama yang jadi penentu kesuksesan adalah masalah harga. Di negara asalnya India, Royal Enfield dilepas dengan harga yang terjangkau. Berkaca dari hal itu wajar ketika pertama kali dikenalkan pada acara otomotif di Senayan Jakarta Maret 2014 lalu, banyak pihak mengaku antusias menyambut kedatangan produk ini.
Namun ternyata setelah kini akhirnya resmi diluncurkan, sebagian penikmat roda dua mengeluhkan banderol yang dinilai kelewat mahal. Penggila motor klasik bahkan menyentil pemegang merek Royal Enfield di Indonesia ini mengambil untung yang terlalu banyak.
Sebagai gambaran, untuk tipe Continental GT ini saja harus ditebus dengan harga Rp225 juta. Itu pun belum termasuk pengurusan surat-surat dan pajak alias masih Off The Road. Bandingkan dengan harga di negara asalnya yang melepas unit sudah siap jalan plus surat, dengan nilai kisaran hanya Rp40 juta jika menggunakan kurs saat ini.
Inikah harga kecantikan masa lampau tahun 60-an yang patut dibayarkan penggemar motor di Indonesia? Bagaimana pendapat sobat?

Komentar